nusakini.com-Jakarta-Pandemi Covid-19 mengakibatkan problema multidimensi tidak hanya di bidang kesehatan tetapi juga non kesehatan seperti sosial, ekonomi dan keuangan. Tidak seperti krisis pada umumnya, permasalahan terkait dengan sektor keuangan atau perekonomian lebih diakibatkan pembatasan aktivitas guna menekan penyebaran virus. Pembatasan aktivitas tersebut termasuk kegiatan sosial sehingga usaha kecil menengah tidak dapat secara aktif melanjutkan kegiatan mereka padahal UMKM sebenarnya adalah tulang punggung bagi perekonomian kita jika krisis terjadi 

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ketika menjadi pembicara pada ADB-UN Women’s Virtual High-Level Roundtable: Promoting Gender Equality in Covid-19 Response and Recovery melalui video conference pada Kamis (10/09). 

“Dampak Covid-19 ini langsung ke kesehatan dan langsung ke keselamatan masyarakat dan cara mencegah penyebaran virus tersebut adalah membatasi mobilitas sosial atau bahkan dalam beberapa kasus beberapa daerah dapat diisolasi. Ini tentunya mempengaruhi secara signifikan kegiatan yang berkaitan dengan sektor informal UMKM, dimana perempuan justru paling terpengaruh karena peran mereka yang signifikan pada sektor informal maupun UMKM,” ungkap Menkeu. 

Indonesia merespon dengan membuat kebijakan prioritas agar bisa melindungi tidak hanya orang miskin dan rentan tetapi juga berusaha pada saat yang sama mendukung dan berkomitmen terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan. Sebab, penciptaan lapangan kerja sebenarnya mengalami kemajuan yang sangat baik di Indonesia hingga sebelum pandemi Covid dan juga tercapai kemajuan yang baik dalam koefisien Gini pada kemiskinan dan juga pengangguran. Pandemi Covid mengakibatkan Indonesia mengalami kemunduran pada indikator penting tersebut termasuk indeks human capital. 

“Prospek ramalan perekonomian yang masih sangat tidak menentu pada tahun 2021. Maka untuk Indonesia kami mencoba merancang respon dari Covid ini dengan segala dimensi yang terkait tidak hanya gender tetapi juga tentang kemiskinan serta terkait kesetaraan gender. Indonesia sebenarnya telah memiliki pahlawan wanita yang terkait dengan kesetaraan gender yaitu Kartini pejuang kesetaraan gender sejak dulu di masa penjajahan Belanda. Indonesia telah lebih dulu memperjuangkan kesetaraan dalam pendidikan. Bagi kami, perbaikan semua indikator yang terkait dengan partisipasi gender merupakan sesuatu yang harus didukung walaupun efektivitas kebijakan dan kemajuan masih menjadi tantangan,” jelas Menkeu. 

Untuk bidang partisipasi politik, Indonesia memang telah mengalami kemajuan namun tetap saja jika ditetapkan angka partisipasi minimum untuk perempuan, Indonesia masih di bawah tingkat yang ingin dicapai walaupun Indonesia pernah memiliki presiden perempuan. Partisipasi perempuan dan kesetaraan gender dalam seluruh bidang ekonomi dan sosial serta politik akan terus ditingkatkan. 

“Pendidikan dan perkembangan wanita sangat penting. Untuk Indonesia, cara ini akan kita dorong lebih banyak dengan mengikutsertakan perempuan baik dalam pendidikan, perekonomian maupun meningkatan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dapat meningkatkan kualitas kebijakan secara pasti juga berdampak dalam hal menciptakan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam segala bidang,” tutup Menkeu. (p/ab)